Memperkuat Rantai Pasok ASEAN dan Menekan Biaya Konstruksi**

Tsuneishi Shipbuilding, produsen kapal besar asal Jepang, mulai mengadopsi baja produksi Indonesia untuk pembangunan kapal baru di galangan utamanya di Filipina. Kebijakan ini merupakan langkah strategis untuk mendiversifikasi sumber material, memperkuat rantai pasok di kawasan ASEAN, serta meningkatkan daya saing biaya.
Tsuneishi juga berencana menggunakan baja Indonesia di galangan barunya di Timor Leste yang dijadwalkan beroperasi pada 2027.


Mengapa Baja Indonesia Menarik bagi Industri Kapal

Baja merupakan komponen material terpenting dalam pembangunan kapal dan mencakup sekitar 30% biaya konstruksi.
Harga baja Jepang diketahui 10–20% lebih tinggi dibandingkan harga internasional, sehingga perusahaan-perusahaan galangan Jepang menghadapi tekanan biaya yang semakin kuat.

Empat asosiasi maritim Jepang telah meminta pemerintah untuk mengurangi kesenjangan harga baja domestik dan global—menunjukkan bahwa tingginya biaya material menjadi isu nasional.


Tsuneishi Menunjuk Krakatau Posco sebagai Pemasok Utama

Baja yang digunakan Tsuneishi berasal dari Krakatau Posco, perusahaan patungan antara POSCO Korea (70%) dan Krakatau Steel Indonesia (30%).
Krakatau Posco adalah produsen baja berbasis blast furnace pertama di ASEAN dan mulai beroperasi pada 2013 di Cilegon, Jawa Barat.

Keunggulan Krakatau Posco antara lain:

  • Kapasitas produksi besar dan stabil
  • Sistem blast furnace + integrated steel mill yang jarang dimiliki ASEAN
  • Cakupan produk untuk industri berat dan maritim
  • Lokasi strategis untuk suplai ke Filipina dan Timor Leste

Pihak Tsuneishi menyatakan bahwa pembelian ini masih tahap awal, tetapi melihat banyak potensi keunggulan biaya dan logistik.


Strategi Multi-Sourcing: Jepang, Cina, Korea… dan Kini Indonesia

Tsuneishi mengelola galangan di tiga negara dan menerapkan strategi pengadaan berbeda di setiap lokasi:

Jepang

  • Menggunakan baja domestik
  • Baja Cina dianggap tidak ekonomis karena biaya logistik

Cina

  • 80% menggunakan baja Cina
  • Sisanya baja Jepang dan Korea

Filipina

  • Sebelumnya hanya menggunakan baja Jepang & Korea
  • Kini mulai mengadopsi baja Indonesia untuk meningkatkan fleksibilitas dan efisiensi biaya

Hal ini menunjukkan bahwa Tsuneishi mulai membangun model rantai pasok ASEAN terintegrasi, bukan hanya per negara.


Galangan Baru di Timor Leste (2027): Baja Indonesia Akan Jadi Pilar Utama

Timor Leste telah resmi masuk ASEAN. Oleh karena itu, sistem logistik, tarif, dan regulasi regional semakin terintegrasi.
Tsuneishi melihat peluang untuk memanfaatkan lokasi ini sebagai basis produksi baru, sekaligus mengadopsi baja Indonesia yang lebih dekat secara geografis.

Galangan baru ini diperkirakan akan memperluas kapasitas pembangunan kapal curah dan kapal ramah lingkungan.


Filipina: Basis Global Tsuneishi dalam Kapal Ramah Lingkungan

Tsuneishi telah beroperasi di Filipina sejak 1994 dan kini mempekerjakan sekitar 10.000 pekerja di Cebu.
Di lokasi ini, perusahaan membangun:

  • kapal curah (bulk carrier)
  • kapal berbahan bakar metanol
  • kapal dengan teknologi efisiensi dan emisi rendah

Filipina kini menjadi negara galangan kapal terbesar keempat di dunia, setelah Jepang, Tiongkok, dan Korea Selatan.
Pemerintah Filipina juga memperkuat industri maritim, termasuk rencana HD Hyundai Korea untuk memulai kembali produksi kapal komersial di negara tersebut.


Kesimpulan: ASEAN Menjadi Rantai Pasok Baja Baru untuk Industri Kapal

Pergeseran Tsuneishi menggunakan baja Indonesia mencerminkan perubahan besar dalam struktur rantai pasok Asia.
Keuntungan yang diperoleh perusahaan meliputi:

  • diversifikasi sumber baja
  • penguatan ketahanan supply chain
  • efisiensi biaya material
  • integrasi logistik regional

Dengan meningkatnya kapasitas produksi baja ASEAN dan kebutuhan kapal ramah lingkungan secara global, strategi Tsuneishi diperkirakan akan menjadi model baru bagi industri galangan kapal di kawasan ini.